Hari ini. Hari pertama di tahun 2017. Tahun baru Masehi. Seharusnya tidak perlu begitu seremonial bagiku jika dibanding dengan tahun baru Hijriyah. Tetapi bagi mayoritas orang hal itu menjadi sebuah momen sekali dalam setahun yang jika dilewatkan akan lama lagi untuk menunggunya datang.
Aku memang ada ditengah-tengah seremonial itu. Di malam itu, malam terakhir di tahun 2016, ditengah hiruk pikuk kemacetan jalanan kota Surabaya, diantara suara menggelegar petasan, dibawah buncahan kembang api beraneka warna menghias langit mendung malam ini, aku termangu. Entah sudah berapa kali aku tidak berada ditengah-tengah situasi ini beberapa tahun belakangan. Hanya berdiam diri dirumah, membaca buku atau sekedar menonton tivi sambil membayangkan suasana di jalanan atau di tengah kota dengan gemerlap perayaan malam tahun barunya. Merutuk kesal karena tidak diijinkan bergabung merayakannya diluar sana bersama teman.
Kali ini, setelah beberapa tahun, aku berkesempatan merasakannya. Lengkap dengan teman-teman, kita menyusuri jalanan menuju taman di tengah kota. Tak mudah memang, jalanan padat merayap, ditambah anak-anak labil yang memodifikasi motornya memblokade jalan sambil membunyikan klakson bahkan membuat suara knalpotnya menggerung-gerung kencang membuat sesak dada. Setelah bersusah payah, kita memutuskan untuk berhenti di salah satu restoran fast food dekat dengan taman. Berjibaku ditengah kemacetan cukup lama membuat kami cepat lapar. Kami rasa tempat ini bisa untuk sementara beristirahat sambil menunggu kepadatan kendaraan mereda.
Menghabiskan waktu bersama teman memang menyenangkan. Tak terasa sudah lewat tengah malam. Diluar sana suara petasan dan terompet semakin sering terdengar dan semakin kencang. Aku merasakan sesuatu luruh dalam dadaku. Yang entah itu betulan ada atau hanya perasaanku saja. Bukankah seharusnya aku menikmati malam ini? Merayakan malam tahun baru dan berkumpul bersama teman-teman, walau tidak satupun dari kami berniat untuk meniup terompet atau menyulut petasan, bersenda gurau bersama mereka itu sudah cukup. Semakin lama rasanya semangatku semakin meredup. Inikah sensasinya berada ditengah-tengah perayaan malam tahun baru? Inikah suasana yang aku kesalkan beberapa tahun belakangan karena tidak bisa merasakannya? Saat aku berada ditengah keramaian ini, justru aku merasa sepi. Sepi dari apa? Entahlah.
Mungkin esok, aku harus memikirkannya ulang. Perlukah aku merasa kesal seperti beberapa tahun belakangan? Perlukah aku ikut menuju pusat keramaian untuk kemudian sadar bahwa aku tak merasakan apa-apa ketika berada ditengahnya? Ya, ini semua hanya menciptakan kebisingan. Berisik. Membuang-buang waktu dan uang. Menghabiskan tenaga. Belum lagi konsekuensi kewajiban yang tertinggal. Selama ini banyak kubaca tulisan tentang itu, tetapi aku belum benar-benar menyadarinya hingga aku berada ditengah situasi itu langsung.
Semoga, semakin banyak manusia yang sadar, bahwa hal itu tidak untuk dirayakan sebegitu hebohnya. Semoga semakin banyak yang paham bahwa melakukan hal yang mubadzir seperti itu tidak baik. “Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.)
Della Putri Wulandari
03 Rabiul Akhir 1438 H / 01 Januari 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar